Prinsip
Penilaian Kredit
Ada berbagai faktor yang menjadi
pertimbangan bagi pihak Bank dalam melakukan seleksi pengajuan kredit. Dua
jenis prinsip yang biasa diterapkan dalam mempertimbangkan pengajuan kredit
(analisis kredit), yaitu prinsip ‘6C’ dan prinsip “6A”. Adapun prinsip “6C” (Dendawijaya,
2001) meliputi:
1.
Character (Kepribadian)
Prinsip ini menyangkut sifat,
kepribadian, dan citra calon debitur dalam masyarakat. Hal ini terkait dengan
kemauan dan kesungguhan dalam membayar angsuran kredit (willingness to pay) yang tentunya sangat berpengaruh terhadap
integritas dalam memenuhi kewajiban pembayaran kredit dan pemanfaatan pemberian
kredit dengan benar. Karakter ini dapat dilihat dari: (a) Berkelakuan baik,
dalam arti tidak membiasakan diri beringkar janji dan selalu berupaya untuk
memenuhi janjinya. Hal ini dapat diketahui dengan melihat riwayat pinjaman
terdahulu, atau riwayat pembayaran tagihan rutin nasabah setiap bulan (tagihan
listrik, air, telepon), (b) Tidak mempunyai predikat penjudi, pencuri, pemabuk
atau penipu, (c) Kedudukan calon debitur di lingkungan masyarakat.
2.
Capacity (Kemampuan)
Terkait dengan kesanggupan dan kemampuan calon debitur untuk
melunasi pokok pinjamannya disertai bunga dan syarat-syarat lain dalam
perjanjian kredit. Kemampuan ini dapat diukur dari kondisi usaha,
pendapatan/omzet usaha yang dapat mencerminkan tingkat likuiditas dan
profitabilitas usaha. Semakin likuid dan semakin tinggi tingkat
profitabilitasnya, maka kemampuan membayar kembali pinjaman dan kewajiban lain
akan semakin besar.
3.
Capital (Modal)
Merupakan kepemilikan terhadap
modal dan kemampuan nasabah (pengusaha) dalam pembiayai perusahaannya.
Perbandingan besarnya pembiayaan dari bank dengan modal sendiri dapat dinilai
melalui debt to equity ratio. Hal ini
dapat dilihat berdasarkan laporan keuangan perusahaan atau ditinjau langsung
oleh petugas kredit.
4.
Condition of
economy (Kondisi ekonomi)
Pertimbangan atas situasi ekonomi yang sedang terjadi dalam
suatu wilayah atau negara yang tentunya berpengaruh terhadap usaha calon
debitur dan pada akhirnya mempengaruhi keberhasilan pemanfaatan dan
pengembalian kredit.
5.
Collateral (Agunan)
Berupa ketersediaan jaminan yang sesuai dan seimbang dengan
jumlah kredit yang diberikan sehingga pihak bank tidak perlu merasa khawatir
ketika terjadi kemacetan dalam pengembalian pinjaman (kredit) karena agunan
tersebut dapat menjadi pengganti pengembalian kredit yang macet.
6.
Constraints (Keterbatasan)
Merupakan faktor-faktor yang menjadi penghambat atau
pembatas berupa faktor sosial psikologis dalam suatu wilayah tertentu yang
menyebabkan suatu proyek/usaha tidak memungkinkan untuk dijalankan.
Metode analisis “6A” adalah metode analisis kredit yang
lebih teliti, tepat, dan akurat. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, pihak
bank (pemberi kredit) diharuskan untuk melakukan penelitian yang seksama
terhadap kesanggupan dan kemampuan debitur untuk melaksanakan proyeknya dan
pengembalian kredit yang diterimanya.
Adapun prinsip “6A” menurut Dendawijaya
(2001) meliputi:
1.
Aspek yuridis (hukum), bertujuan untuk meneliti
ketentuan-ketentuan legalitas dari perusahaan atau badan hukum yang akan
memperoleh bantuan kredit atau pembiayaan dari bank.
2. Aspek pasar dan pemasaran, mengkaji kemungkinan pangsa
pasar yang dapat diraih bagi produk/jasa perusahaan yang akan dibiayai oleh
kredit serta meneliti tentang strategi pemasaran yang akan dilakukan pengusaha
dalam menghadapi persaingan yang kompetitif.
3. Aspek teknis, bertujuan untuk menilai seberapa jauh
kemampuan pengusaha dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembangunan
proyek/usaha serta seberapa besar kesiapan teknik dalam menjalankan operasi
usahanya nanti sebagai suatu business
entity.
4. Aspek manajemen, mengukur kemampuan dan kecakapan dalam
mengelola usaha atau manajemen perusahaan dalam menjalankan aktivitas usahanya.
5. Aspek keuangan, bertujuan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam mengelola keuangannya.
6. Aspek sosial ekonomi, suatu kajian terhadap value added yang dimiliki perusahaan dari sudut pandang sosial dan
makroekonomi terutama manfaat sosial ekonomi yang diterima oleh pemerintah
maupun masyarakat seperti perluasan lapangan kerja dan pendapatan pajak
pemerintah.