Ketahanan Pangan

Ketahanan Pangan

Konsep ketahanan pangan pertama kalinya berkembang bersamaan dengan terjadinya krisis pangan global, yaitu pada dekade 70-an. Konsep ketahanan pangan yang berkembang pada saat itu lebih tertuju pada ketersediaan pangan secara nasional dan global. Sejalan dengan perkembangan konsep ketahan pangan, pengertian ketahanan pangan juga mengalami perkembangan. Saat ini, pengertian ketahanan pangan yang telah diterima oleh kalangan secara luas adalah terjaminnya akses pangan pada segenap rumah tangga atau individu setiap waktu sehingga mereka dapat bekerja dan hidup sehat (Soetrisno 1997).

Di Indonesia, ketahanan pangan dirumuskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, yang menyatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Sementara itu, Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional (Deptan 1996) memberikan rumusan ketahanan pangan rumah tangga sebagai berikut : ketahanan pangan rumah tangga adalah kemampuan untuk memenuhi pangan anggota rumah tangga dari waktu ke waktu dan berkelanjutan dengan baik dari produksi sendiri atau membeli dalam jumlah, mutu dan ragam yang sesuai dengan lingkungan setempat serta sosial budaya rumah tangga agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara produktif.

Swasembada pangan berarti kemampuan mengadakan sendiri kebutuhan pangan dengan berbagai macam-macam kegiatan yang dapat menghasilkan kebutuhan yang sesuai diperlukan masyarakat dengan kemampuan yang dimiliki dan pengetahuan lebih yang dapat menjalankan kegiatan ekonomi tersebut terutama dibidang kebutuhan pangan.

Indikator pertanian dan sosial ekonomi yang digunakan untuk menganalisis ketahanan pangan meliputi pendapatan rumah tangga, harga pangan, harga barang konsumsi lain, system irigasi, status gizi dan pelayanan kesehatan (Sayogyo 1991). Dengan mengacu pada pengertian ketahanan pangan dalam Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan dan rencana aksi KTT pangan dunia, maka beberapa indikator yang digunakan meliputi: 
(1) angka ketersediaan pangan setara energi, protein, dan lemak dibandingkan dengan angka kecukupan berdasarkan rekomendasi; 
(2) angka konsumsi energi, protein, dan lemak penduduk dibandingkan dengan angka kecukupan berdasarkan rekomendasi; 
(3) persentase jumlah penduduk yang mengalami rawan pangan; 
(4) angka indeks ketahanan pangan rumah tangga; 
(5) angka rasio antara stok dengan konsumsi pada berbagai tingkatan wilayah; 
(6) tingkat harga pangan pokok penduduk setempat; 
(7) skor Pola Pangan Harapan (PPH) untuk tingkat ketersediaan atau konsumsi; 
(8) kondisi keamanan pangan; 
(9) keadaan kelembagaan cadangan pangan masyarakat; dan 
(10) tingkat cadangan pangan pemerintah dibandingkan perkiraan kebutuhan.