KAJIAN KONTRIBUSI PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN INDONESIA
Sebagai negara agraris, sesungguhnya Indonesia dapat
menjanjikan surplus produksi bahan pangan yang dapat diandalkan untuk penguatan
ketahanan pangan berbasis kedaulatan pangan. Sesuai dengan Undang-undang Pangan
Nomor 18 Tahun 2001 yang berisi tentang penekanan pada kedaulatan pangan,
mengedepankan keunggulan-keunggulan lokal, berpihak dan mendorong kemandirian
petani, serta kedaulatan pangan nasional. Dalam undang-undang pangan dijelaskan
bahwa yang dinamakan Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa dalam
mewujudkan ketahanan pangannya, dapat menentukan kebijakan pangannya secara
mandiri, menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, dan memberi hak bagi
masyarakat untuk menentukan sistem usaha pangannya sesuai dengan potensi sumber
daya dalam negeri. Kemandirian pangan mempunyai arti yakni kemampuan negara
memproduksi bahan pangan di dalam negeri untuk mewujudkan ketahan pangan dengan
memanfaatkan sebesarbesarnya potensi sumber daya alam, manusia, sosial,
ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. Pemerintah harus melaksanakan
kebijakan pangan, yaitu menjamin ketahan pangan yang meliputi pasokan,
diversifikasi, keamanan, kelembagaan dan organisasi pangan. Kebijakan ini
diperlukan untuk meningkatkan kemandirian pangan. Pembangunan yang mengabaikan
keswadayaan dalam kebutuhan dasar penduduknya, akan menjadi sangat bergantung
kepada Negara lain, dan itu berarti menjadi Negara yang tidak berdaulat (Arifin
2004).
Berdasarkan sumber pangan, bahan pangan dapat dibedakan
menjadi 2 , yaitu bahan makanan nabati yang bersumber dari tanaman atau
tumbuh-tumbuhan dan bahan pangan hewani yang berasal dari hewan. Pada dasarnya
bahan pangan tersebut harus ada disetiap saat dan untuk dapat memenuhi kriteria
ketahanan pangan. Kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan baik pangan yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan maupun dari
hewani. Tersedianya pangan hewani bersumber dari produk peternakan haruslah
cukup, baik jumlah, mutu, aman, merata serta terjangkau. Permasalahan yang
paling besar dalam penyediaan pangan hewani berupa daging sapi adalah
terbatasnya populasi sapi potong dibandingkan dengan permintaan produk daging
sapi tersebut. Oleh karena itu dibangunlah asas pembangunan peternakan sapi
potong berdasarkan asas kelestarian, kemandirian dan kesinambungan. Dalam
pembangunan peternakan untuk pengembangan ketahanan pangan maka pemerintah
melalui Kementerian Pertanian mengembangkan program percepatan swasembada
daging sapi (P2SDS) yang mulai diperkenalkan pada tahun 2005. Dalam program ini
harapannya Indonesia mampu mencapai kemandirian dalam penyediaan daging sapi.
Swasembada daging sapi telah lama diharapkan oleh bangsa Indonesia agar
ketergantungan impor dapat ditekan. Program swasembada daging sapi pernah
dicanangkan beberapa kali yakni pada tahun 2005, 2010 dan terkahir Program
Swasembada Daging Sapi dan Kerbau 2014 (PSDSK 2014) yang diterapkan secara
nasional. Namun, program prioritas ini pemerintah untuk mewujudkan ketahanan
pangan asal ternak berbasis sumber daya lokal, khususnya ternak sapi potong
belum sesuai harapan dan sulit untuk terealisasi. Kegagalan swasembada daging
sapi dan kerbau terus terjadi akibat adanya kesenjangan antara konsumsi dan
produksi daging secara nasional. Kegagalan pelaksanaan program swasembada pada
tahun 2005 dan 2010 menjadi bukti bahwa peningkatan konsumsi daging masyarakat
tidak dapat diimbangi dengan produksi sapi didalam negeri. Selain itu
menujukkan kebijakan program yang dirumuskan pemerintah tidak disertai dengan
rencana operasional yang rinci, stategi implementasi program yang tidak memperhatikan wilayah unggulan