Kendala
Implementasi Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) di Tingkat Peternak Sapi
Menurut Mosher (1991), Kredit produksi merupakan salah satu
faktor pelancar pembangunan pertanian. Guna membantu petani mengambil langkah ini,
perlu dipermudahkan untuk pengambilan dan diberi bimbingan mengenai cara
menggunakannya. Ada beberapa permasalahan petani sehubungan dengan kredit
produksi, yakni hal yang perlu diperhitungkan sebelum memutuskan untuk
mengambil kredit produksi yaitu: (a) menaksir besarnya hasil yang akan
diperoleh, (b) menaksir berap harga produk saat panen, (c) biaya kredit dan (d)
sanksi kalau tidak melunasi pinjaman, (e) kemudahan memperoleh kredit dan (f)
dapat meminjam tepat waktu.
Setiap petani mendasarkan tindakannya atas perhitungan biaya
dan hasil. Ada diantarranya biaya dan hasil itu dinyatakan dalam bentuk uang,
ada pula yang disangkut pautkan dengan kedudukan dan tanggung jawab petani
dalam masyarakat. Perangsang produksi yang efektif bagi petani dan peserta KUPS
terutama yang bersifat ekonomis, yakni perbandingan harga yang menguntungkan,
bagi hasil yang wajar serta tersedianya barang dan jasa yang diinginkan oleh
petani untuk keluarganya (Mosher, 1991). Pengembangan teknologi pedesaan harus
mengikuti tiga prinsip poko agar diterima oleh masyarakat yakni secara teknis
dapat dilaksanakan, secara ekonomis menguntungkan dan secara sosial tidak
menimbulkan kerawanan atau keretakan sosial ( Levis, 1996).
Demikian halnya dengan program KUPS, penyerapan program kredit
dan keberhasilan usaha yang dibiayai dari program ini, akan banyak dipengaruhi
oleh persepsi peserta terhadap aspek ekonomis program KUPS, dengan tidak
mengesampingkan aspek teknis dan sosial. Kendala implementasi program KUPS pada
peternak atau kelompok peternak dapat diuraikan dalam kerangka aspek teknis dan
aspek ekonomis. Dari aspek teknis, kendala yang dihadapi peternak adalah (a)
secara teknis dan manajemen peternak peserta KUPS belum memiliki kemampuan yang
memadai dalam usaha pembibitan sapi, (b) kurangnya infrastruktur pendukung
yakni sulitnya mencari bibit sapi yang berkualitas, (c) tidak adanya perusahaan
bibit sapi maupun koperasi yang bisa dijadikan mitra oleh peternak, (d)
kurangnya pembinaan/pendampingan dari instansi terkait, (e) kurangnya
monitoring pelaksanaan sehingga beberapa persyaratan program tidak diterapkan
seperti pemasangan microchip. Dari
aspek ekonomi, kendala yang dihadapi peternak yaitu (a) fluktuasi harga pasar,
dimana harga sapi menurun tajam dibandingkan dengan harga pembelian awal saat
peserta memulai usaha yang menyebabkan peserta mengalami kerugian karena tidak
sebanding dengan biaya pemeliharaan yang sudah dikeluarkan ( b ) kesulitan
dalam membayar angsuran pokok maupun bunga pinjaman karena jangka waktu kredit
yang diberikan terlalu pendek yaitu 2 tahun sedangkan usaha pembibitan belum
bisa menghasilkan anak/pedet yang menguntungkan dan (c) ada resiko kegagalan
Inseminasi Buatan serta resiko kematian sapi.
Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam
Antarasumbar.com (2014), selain kendala aspek teknis dan aspek ekonomis, ada 6
faktor yang menyebabkan program Kredit Usaha Pembibitan Sapi yang digurlirkan
pemerintah belum maksimal, diantaranya: (a) terbatasnya Bank pelaksana dimana
hanya 11 Bank yang mengajukan perjanjian kerja sama pendanaan dengan Kementrian
Keuangan, ( b ) tidak semua cabang Bank pelaksana memahami KUPS sehingga
penyalurannya tersendat (c) tingginya kehati-hatian Bank pelaksana dalam
menyalurkan kredit pada sektor peternakan, (d) terbatasnya peternak mengakses
KUPS karena kendala agunan dan proses pengajuan, (e) terbatasnya daerah yang
telah memiliki lembaga penjamin kredit, (f) pedoman pelaksanaan KUPS yang masih
perlu disempurnakan.
Menurut Bank Indonesia (2011), rendahnya pencairan skim Kredit Usaha
Pembibitan Sapi pada tingkat peternak di indikasikan oleh 5M, yaitu (a) Man
atau sumberdaya manusia yang berkaitan dengan progam KUPS yang belum paham atas
skim kredit KUPS, (b) Manajemen kelompok mengenai kesamaan visi dan misi, (c)
Mitra/plasma, (d) Market atau pasar dan (e) Material atau Collateral yang akan
digunakan sebagai anggunan.