Kelembagaan dalam Perencanaan Pembangunan Pertanian Berbasis Agribisnis
Peternakan Indonesia.
Perencanaan pembangunan pertanian
berbasis agribisnis peternakan Indonesia melibatkan beberapa pihak, baik dari
kalangan pemerintah, akademisi, maupun masyarakat. Masing-masing pihak yang
terlibat memiliki peran tersendiri. Pihak akademisi/perguruan tinggi mempunyai
peran untuk pemberian paket-paket teknologi sekaligus sebagai pihak konsultan
ahli yang berwenang memberikan saran akademis terkait permasalahan teknis yang
ditemui dilapangan. Peran pemerintah sebagai fasilititator dengan tugas
memfasilitasi kebutuhan petani berupa sarana produksi, dukungan infrastruktur,
pendampingan, transfer ilmu pengetahuan/ teknologi peternakan malalui PPL serta
inisiator dalam perencanaan pembangunan pertanian berbasis agribisnis
peternakan. Sedangkan petani sebagai merupakan pihak penerima manfaat sekaligus
pelaku utama dalam penerapan agribisnis peternakan secara teknis dilapangan.
Peran stakeholder yang terlibat dipandu
melalui beberapa jalur koordinasi. Pada kegiatan pengembangan agribisnis
peternakan, pembagian peran dengan dikeluarkannya SK pemerintah terkait tentang
tim pelaksana teknis lapangan. Jika dikaji menggunakan konsep manajemen
strategis yang menekan pentingnya peran manajemen puncak dalam koordinasi, maka
pengembangan kawasan agribisnis peternakan di Indonesia dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a.
Pemerintah melalui lembaga eksekutif dan legislative
sebagai dewan komisaris dengan peran mengarahkan dan memberi saran/petunjuk
pelaksana kegiatan kepada manajemen puncak sebagai manajer puncak.
b. Kelompok manajemen puncak sebagai pengelola dan
pelaksana kegiatan yaitu Kementerian pertanian melalui Ditjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan dengan anggotanya yang terdiri dari PPL, POPT, Ketua Gapoktan.
Adapun manajer puncaknya dalam hal ini adalah Menteri Pertanian.
c.
Sesuai kedudukan dalam manajemen strategis, maka pihak
legislative mempunyai peran menyetujui, mengontrol dan mengawasi kegiatan dalam
persetujuan alokasi anggaran kegiatan, mengikuti perkembangaan pelaksanaan
kegiatan dan mengevaluasi melalui laporan pertanggungjawaban melalui laporan
lembaga pemerintahan.
d. Dalam teknis perencanaan, kelompok manajemen puncak
bersama konsultan merumuskan rencana kegiatan dan menyamakan persepsi tentang
maksud dan teknis pelaksanaan kegiatan. Selanjutnya dilakukan penjaringan dan
penyesuaian dengan aspirasi stakeholder sasaran yaitu peternak melalui
pelaksanaan kegiatan sosialisasi.
e.
Dalam teknis pelaksanaan, tim pelaksana lapangan
terutama PPL merupakan pihak yang paling banyak berhubungan dengan petani.
Peternak merupakan pihak utama sasaran kegiatan sebagai penerima manfaat dan
pelaksana dilapangan. PPL menjalankan perannya untuk menjalankan
bimbingan/transfer teknologi, mendampingi peternak selama kegiatan peternakan
berlangsung. Koordinasi dapat dilakukan secara informal pada rapat-rapat
koordinasi yang juga merupakan sarana untuk memonitor dan evaluasi pelaksanaan
kegiatan oleh manajer puncak yaitu Menteri Pertanian.
Menteri Pertanian memiliki posisi
penting dalam mengelola berbagai sumberdaya yang dimiliki oleh masing-masing
personal stakeholder agar dapat memberikan kontribusi yang optimal bagi
kelancaran perencanaan dan pelaksanaan rencana. Hal ini diwujudkan melalui
pembagian tugas dan tanggung jawab yang sesuai dengan kompetensi kempampuan
personal melakukan koordinasi dengan anggota tim maupun pihak lain yang
mendukung kelancara kegiatan, menyetujui keputusan alokasi anggaran, serta
membuat keputusan penting berdasarkan pertimbangan rasional. Dengan demikian
manajer puncak masih belum optimal menangani tanggung jawab penting untuk
manajemen strategis yang efektif sesuai dengan pendapat Hunger dan Wheelen
(2003) meliputi: (a) memenuhi peran utama, ( b ) memberikan kepemimpinan
eksekutif, (c) mengelola perencanaan strategis.
Agar terciptanya sinergi antar
stakeholders perlu dilakukan koordinasi secara sistematika dan terarah yang
mana pada dasarnya hal tersebut merupakan langkah awal dari perencanaan
strategis sesuai dengan pendapat Kartasasmita (1997), bahwa koordinasi diupayakan
agar pembangunan yang dilaksanakan dalam berbagai sektor atau badan diberbagai
daerah berjalan serasi dan menhasilkan sinergi. Koordinasi dapat menghasilkan
kesepatakan mengenai beberapa hal yaitu (a) pihak-pihak yang perlu dilibatkan,
(b) maksud dilakukannya perencanaan pengembangan agribisnis peternakan dan
kesepakatan mengenai perlu atau tidak dilakukan perencanaan, (c) perlunya
pembentukan tim teknis/kelompok kerja (d) pembagian peran dan tupoksi
masing-masing skpd dan (e) pengarahan stakeholder terkait yang mendukung
pelaksana kegiatan.
Menurut Riyadi dan Deddi (2004),
pihak-pihak yang perlu dilibatkan dalam perencanaan bisa dari masyarakat umum,
kalangan akademisi, tokoh-tokoh ormas, parpol dan elemen-elemen masyarakat
lainnya yang dapat memberikan infomasi penting tentang kebutuhan dasar
pembangunan. Proses perencanaan strategis mengacu pada langkah-langkah
penyusunan rencana strategis oleh Breton (2007), keterlibatan stakeholder dapat
mengacu pada peran dan fungsi masing-masing yang disarankan.