Pengembangan Persusuan Indonesia

Pengembangan Agribisnis Persusuan Di Indonesia


1. Pendahuluan

Budidaya sapi perah merupakan industri berbasis pedesaan dan padat karya, sehingga dapat membangkitkan perekonomian masyarakat di pedesaan yang merupakan jumlah terbesar dari penduduk Indonesia. Potensi sumberdaya petani peternak sapi perah saat ini cukup besar yaitu 127.211 KK, dimana sebagian besar menjadi anggota dari 90 Koperasi Susu/KUD. Sementara populasi ternak sapi perah saat ini 387 ribu ekor dengan produksi susu sebanyak 574,4 ribu ton (Data sementara Statistik Peternakan 2008). Selama 5 tahun terakhir, produksi susu menunjukkan peningkatan, namun baru dapat memenuhi 20 – 30% dari permintaan dalam negeri, sehingga kita masih impor bahan baku susu dan produk susu dari Negara tetangga, Australia dan New Zealand.

Melihat kondisi diatas maka, sudah selayaknyalah susu dijadikan salah satu komoditas strategis oleh Pemerintah, karena susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang dibutuhkan generasi muda terutama pada usia sekolah dan merupakan industri peternakan berbasis pedesaan yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan dengan resiko rendah. Hal ini dapat dibuktikan ketika terjadi krisis ekonomi yang melanda seluruh Negara di dunia pada tahun 1996 – 1997, usaha budidaya sapi perah dapat bertahan.

Naiknya harga susu dua tahun terakhir merupakan angin segar bagi peternak namun akhir-akhir ini harga susu dunia kembali turun sehingga Industri Pengolahan Susu (IPS) kembali melirik untuk meningkatkan impor bahan baku susu, konsekuensinya peternak sapi perah dapat kehilangan pasar atau pendapatannya berkurang karena terpaksa menerima harga susu lebih rendah dari biasanya

Memperhatikan permasalahan diatas pemerintah dalam penentu kebijakan dan memberikan pelayanan perlu mengambil langkah-langkah terobosan agar peternak sapi perah tetap bertahan dan meneruskan usahanya serta mendapatkan hasil yang layak untuk meningkatkan kesejahteraannya.

II. Peluang Pengembangan Agribisnis Indonesia

1. Susu sebagai komoditas strategis

Sebagai sumber protein hewani yang memiliki nilai nutrisi yang spesifik, susu sangat diperlukan terutama oleh generasi muda usia sekolah. Jumlah penduduk Indonesia yang berumur dibawah 19 tahun (usia wajib sekolah) cukup besar, yaitu 38%. Dengan pertumbuhan sebesar 1,49%/tahun, maka diperkirakan pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 240 juta, dimana 91,2 juta diantaranya adalah generasi muda usia wajib sekolah, yang memerlukan susu idealnya sebanyak 4,6 juta ton/tahun (konsumsi 1 gelas/hari). Sementara saat ini penyediaan susu baru mencapai 2,1 juta ton, sehingga layaklah kiranya susu masuk dalam daftar komoditas strategis yang perlu mendapat dukungan.
2. Potensi Genetik Ternak

Bangsa sapi perah yang digunakan di Indonesia ada 2 yaitu Frisian Holstein (FH) dan persilangannya sekitar 374 ribu ekor, Hissar dan Sahiwal serta persilangannya dengan FH sekitar 3 ribu ekor. Melalui intensifikasi Inseminasi Buatan yang berlangsung lebih dari 5 generasi, maka persentasi darah FH sudah lebih dari 97%, sehingga sapi-sapi persilangan FH yang ada sekarang lebih tepat disebut sapi FH.

Bila saat ini produksi susu rata-rata 10 liter/ekor/hari, sebenarnya dapat ditingkatkan menjadi 15 – 25 liter/ekor/hari, dengan berbagai upaya perbaikan (pakan, kesesuaian agroklimat, dsb), karena secara genetik sapi perah yang ada cukup baik.

3. Potensi Agroklimat

Rata-rata sentra produksi susu di Pulau Jawa memiliki agroklimat yang mendukung perkembangan sapi perah, yaitu suhu yang sejuk, dataran tinggi, supply konsentrat yang cukup (kualitas dan jumlahnya), serta air yang berlimpah. Demikian juga daerah sentra baru pengembangan sapi perah di luar Pulau Jawa agro klimatnya sangat mendukung

Dataran rendah tidak menjadi penghalang bagi berkembangnya usaha budidaya, karena sapi perah FH di dataran rendah masih mampu menghasilkan susu 8 – 10 kg/ekor/hari, demikian pula sapi-sapi Bos indicus dan persilangannya dengan sapi FH dapat menghasilkan susu 4 – 8 kg/ekor/hari.

4. Peranan Peternak dan Kelembagaan.

Industri persusuan di Indonesia memiliki struktur yang sangat lengkap. Mulai dari peternak dan kelompoknya, koperasi susu/KUD, Gabungan Koperasi Susu Indonesia, Asosiasi Peternak (APSPI dan PPSKI), dan Dewan Persusuan Nasional. Belum lagi perguruan tinggi dan lembaga penelitian yang menghasilkan teknologi dan sarjana.

Peternak yang bersatu dalam kelompok yang dinamis mempunyai peranan yang sangat besar bagi berkembangnya suatu sistem agribisnis sapi perah yang efisien.

Koperasi sangat membantu peternak dalam penyediaan sarana dan prasarana produksi, khususnya pakan konsentrat, peralatan produksi, pelayanan kesehatan ternak, serta mengumpulkan susu dari anggota dan menjualnya kepada IPS.

5. Peranan Industri Pengolahan Susu dan UKM

Tingkat ketergantungan peternak sangat tinggi terhadap IPS. 80% dari produksi susu dalam negeri digunakan oleh Industri Pengolahan Susu sebagai bahan baku. 10% lagi digunakan koperasi yang memiliki usaha pengolahan susu menjadi susu pasteurisasi dan yoghurt yang dijual langsung kepada konsumen. 5% lagi digunakan untuk pedet, dan 5% lagi digunakan sendiri oleh peternak dan keluarganya (dikonsumsi atau dijual kepada konsumen sekitarnya).

6. Sentra Baru Produksi Susu

Tumbuhnya sentra-sentra baru produksi susu di luar Pulau Jawa (terutama Sumatera dan Sulawesi) seperti dapat dilihat pada Tabel-1, juga memberikan peluang bagi para investor industri pengolahan susu untuk melakukan investasi disana, sehingga dapat menyediakan lapangan pekerjaan, peningkatan perekonomian di pedesaan dan mengatasi keterbatasan penyediaan lahan khusus usaha budidaya sapi perah, penyediaan pakan hijauan, serta bahan baku pakan konsentrat, yang pada saat ini merupakan salah satu kendala pengembangan sapi perah di Pulau Jawa.



Tabel-1. Sentra Baru sapi perah di luar Pulau Jawa

No.


Propinsi


Kabupaten

1.


Sumatera Utara


Karo

2.


Sumatera Barat


Padang Panjang dan Tanah Datar

3.


Riau


Kampar

4.


Bengkulu


Rejang Lebong dan Kepahyang

5.


Lampung


Metro dan Tanggamus

6.


Kalimantan Selatan


Banjarbaru

7.


Sulawesi Selatan


Enrekang dan Sinjai

8.


Bali


Karangasem

9.


Gorontalo


Bone Bolango



III. Langkah Pengembangan Agribisnis Persusuan

1. Penyediaan bibit (replacement stock) sapi perah FH lokal.

Usaha perbibitan belum berkembang sehingga ketersediaan bibit sapi perah lokal sangat kurang sedangkan untuk impor harga bibit sapi perah relatif mahal.

Untuk itu langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan untuk penyediaan bibit adalah :

a. Revitalisasi Pusat Pembibitan

Pusat Pembibitan milik pemerintah khusus untuk sapi perah adalah Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah di Baturraden, Jawa Tengah. Kinerja BBPTU ini belum baik dan bibit yang dihasilkan sangat sedikit, untuk itu perlu perbaikan tupoksinya.

Revitalisasi BBPTU dapat dilakukan melalui pengembangan peran dan fungsinya untuk membina usaha pembibitan rakyat, terutama di luar Pulau Jawa, yang memiliki potensi lahan cukup luas, seperti di Sumatera Barat, Bengkulu dan Sulawesi Selatan, serta meningkatkan jumlah sapi perah yang dipelihara melalui penjaringan bibit ternak rakyat untuk Replacement Stock. Disamping itu lima tahun terakhir tidak ada lembaga yang melaksanakan fungsi penyediaan benih/stek HMT, kedepan perlu BPTU menangani fungsi pengembangan dan penyediaan benih/stek HMT ditumbuhkan kembali.

b. Sistim Pembibitan Kemitraan Swasta

Perusahaan swasta sapi perah skala besar perlu didorong untuk berusaha di pembibitan, untuk itu perlu diupayakan Stimulus sesuai produksi bibit yang mereka hasilkan.

2. Penyediaan semen/embryo dan disseminasi teknologi sexing

Pengembangan bibit dapat dilakukan melalui program terpadu antara Balai Inseminasi Buatan, BBPTU Baturraden, dan BET. Teknologi sexing sperma yang dilakukan oleh BBIB Singosari sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan populasi sapi betina. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi tersebut perlu dikembangkan lebih luas.

3. Penyediaan dan Perbaikan mutu pakan

Pakan merupakan biaya terbesar dalam usaha budidaya sapi perah, yaitu sebesar 60 – 80%. Pakan dapat mempengaruhi performans produksi dan kualitas susu yang dihasilkan, serta tingkat reproduksi ternak. Berdasarkan rekomendasi hasil review agribisnis persusuan tahun 2007, dan upaya peningkatan populasi, maka pada tahun 2010, untuk memenuhi kebutuhan pakan, dibutuhkan lahan khusus hijauan pakan sebesar 35.700 Ha.

Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mendukung penyediaan pakan adalah sebagai berikut :

a. Penyediaan informasi tentang lokasi ketersediaan pakan hasil ikutan agro-industri, dan kandungan nutrisi dari bahan baku pakan tersebut. Selain itu, juga informasi tentang jenis, jumlah, kualitas, tingkat pemakaian, dan harga bahan baku pakan sapi perah perlu disediakan dan terdokumentasi dengan baik, sehingga dapat diakses dengan mudah oleh pelaku bisnis.

b. Teknologi pengolahan dan penyimpanan bahan baku pakan perlu dikembangkan terus dan diaplikasikan pada sentra-sentra pengembangan lumbung pakan serta pembangunan pabrik-pabrik pakan mini di koperasi dan atau di kelompok peternak,.

c. Pemanfaatan lahan untuk produksi pakan hijauan melalui model integrasi tanaman – ternak, yang dapat dilakukan oleh peternak bersama perusahaan perkebunan (PTPN) dan atau kehutanan (PERHUTANI).

4. Manajemen kesehatan hewan

Dalam proses pemeliharaan sapi perah, sistim pengawasan kesehatan dan pengendalian penyakit hewan mutlak diperlukan, dan sangat mendukung usaha pencapaian target produksi dan kualitas susu yang lebih baik. Menurut hasil review agribisnis persusuan tahun 2007, kerugian ekonomi yang diakibatkan Mastitis dapat mencapai 569,3 milyar rupiah per tahun, sedangkan kelalaian pengendalian Brucellosis menyebabkan kerugian ekonomi sekitar 138,5 milyar rupiah per tahun. Oleh sebab itu penanganan kesehatan hewan harus ditingkatakn terutama penyakit reproduksi perlu jadi prioritas.

5. Pemberdayaan Kelembagaan Peternak ( Kelompok/Koperasi).

Perbaikan industri sapi perah mencakup seluruh simpul agribisnis yakni peternak, koperasi, dan jaringan pemasaran. Simpul-simpul agribisnis tersebut pemasaran perlu didorong agar meningkat pelayanan dan kemampuan managerialnya, perbaikan management akan dapat melaksanakan efisiensi usaha, transparansi dan peningkatan kinerja. Dengan demikian akses terhadap agroinput, finansial maupun pemasaran dapat dilaksanakan dengan baik.

Usaha sapi perah dikatakan layak apabila setiap unsur yang terlibat dalam usaha tersebut mendapatkan keuntungan yang ideal dan adil sesuai investasi dan peranannya (terlampir kelayakan harga susu di tingakat peternak).

IV. Langkah Strategis.

1. Revitalisasi BBPTU sapi perah dengan penyempurnaan fungsi antara lain ; aplikasi teknologi reproduksi ( IB dan TE) untuk pengembangan VBC, pengembangan benih/stek HMT, dengan demikian lebih bermanfaat untuk mendorong perkembangan sapi perah.

2. Fluktuasi harga bahan atau pakan komplit diperlukan subsisdi harga pakan bagi peternak agar peternak mendapat harga yang layak, untuk jangka menengah dan panjang perlu difasilitasi pabrik pakan skala kecil pada wilayah pengembangan sapi perah.

3. Ketergantungan yang sangat tinggi terhadap IPS menyebabkan peternak tidak mendapat harga yang layak, untuk itu perlu dilakukan

a. Optmalisasi konsumsi susu segar/pasteurisasi melalui Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS), jika secara Nasional dapat di program dengan pemanfaatan sebagian dari dana pendidikan yang 20% maka pemasaran susu segar cukup terjamin.

b. Fasilitasi Pabrik Pengolahan Susu skala menengah di sentra-sentra produksi susu.

c. Promosi minum susu segar perlu selalu dilakukan terutama melalui iklan di Televisi.

4. Skala usaha peternak yang masih kecil memerlukan suntikan dana stimulus untuk menambah bibit melalui import.

5. Penguatan Modal Usaha Kelompok melalui Bantuan Sosial seperti PMUK, LM3 dan SMD.

V. PENUTUP

Segala upaya perlu dilakukan untuk mengembangkan usaha agribisnis persusuan di Indonesia mengingat susu merupakan pangan hewani yang sangat diperlukan bagi generasi muda untuk membangun tubuh yang sehat dan berkualitas. Selain itu usaha agribisnis persusuan dapat meningkatkan daya saing sekaligus pendapatan peternak, menyediakan lapangan pekerjaan.

Directorate of Livestock Ruminant of Culture,

Directorate General Livestock Services,

Ministry of Agricultural, Indonesia